Senin, 28 Mei 2012

Novel Never Let Me Go


Judul : Never Let Me Go (Jangan Lepaskan Aku)
Pengarang: Kazuo Ishiguro
Penerjemah: Gita Yuliani
Penerbit: GPU
Tahun : 2011, Sept
Tebal : 358 hal




 
Ketika sebagian orang masih memperdebatkan, apakah jika manusia dapat menciptakan klon dirinya sendiri, klon tersebut memiliki jiwa, Ishiguro mencoba menjawabnya dalam novel ini.

Kisahnya sendiri bersetting pada akhir 1990-an di Inggris.
Kathy, yang berusia tiga puluh satu tahun dan telah belasan tahun menjadi perawat, mengenang teman-teman dekatnya semasa kecil di sebuah sekolah berasrama bernama Hailslam, khususnya dua teman yang terakhir dirawatnya.

Cerita kembali ke masa kanak-kanaknya di Haislam, tempat terpencil yang cukup menyenangkan namun agak aneh. Ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak mereka ketahui jawabnya tentang diri mereka sendiri. Kathy mengenang para guru sekaligus pengasuh mereka, antara lain Miss Emily, kepala Hailslam yang tegas, Miss Geraldine yang lembut, Miss Lucy yang suka berterus terang, dan Madame yang angkuh, yang sekali-sekali datang untuk mengambil karya seni terbaik mereka.

Mereka belajar dan wajib membuat karya seni – puisi, essay, gambar, patung – untuk dijual dalam acara Exchange, agar bisa mendapat kupon, yang nilainya sesuai dengan mutu karya yang dihasilkan. Kupon tersebut digunakan untuk membeli barang-barang pribadi ketika ada Sale, yang diadakan beberapa kali dalam setahun di asrama, Sale merupakan acara paling ditunggu-tunggu di Hailslam.
Oleh karena Exchange merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan barang pribadi dan terpilihnya karya oleh Madame berarti akan masuk dalam galeri, maka siswa yang karya-karyanya bagus akan lebih dihargai daripada yang tidak. Hal ini menyulitkan Tommy, yang tidak berbakat seni dan pemarah, meskipun ia kemudian berubah dan bisa menerima keadaannya. Kathy menaruh perhatian pada Tommy, demikian pula Ruth, sahabat Kathy yang berjiwa pemimpin. Mereka bertiga bersahabat, meskipun tidak tanpa konflik.

Mereka tidak tahu banyak tentang diri sendiri, kecuali bahwa kelak harus memberi donasi. Tapi mengapa mereka harus membuat karya untuk galeri? Apakah hasil penjualan karya mereka di galeri digunakan untuk membiayai hidup mereka? Tapi apa yang mereka buat hanyalah karya kanak-kanak. Tommy memiliki teori sendiri, bahwa karya itu digunakan untuk melihat jiwa mereka, agar Madame bisa menilai dengan baik pernyataan mereka, karena katanya jika terdapat dua orang yang benar-benar saling mencintai, masa donor mereka bisa ditangguhkan. Benarkah?

Semakin besar, para siswa tersebut tahu bahwa mereka adalah klon dan kelak akan menjadi donor, bahwa ada orang-orang di luar sana yang menjadi model bagi mereka, bahwa bercita-cita tinggi adalah sia-sia. Pilihan hidup bagi mereka hanyalah menjadi perawat, sampai tiba masanya menjadi donor. Tapi semuanya tidak benar-benar jelas, karena para guru dan pengasuh tidak pernah benar-benar menjelaskannya pada mereka, dan asrama mereka terisolasi sehingga tidak dapat bergaul dengan orang-orang normal lain.
Hanya keberanian dan tekad Tommy serta Kathy di saat-saat terakhir Tommy yang dapat menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi, yaitu ketika mereka bertanya langsung kepada Madame di rumahnya, lama setelah asrama Haislam dibubarkan, dan ketika semuanya sudah terlambat…

Novel ini ditulis dari sudut pandang Kathy. Di bagian pertama yang cukup panjang adalah kenangan Kathy akan masa kanak-kanaknya di Hailslam dengan Ruth dan Tommy sebagai teman terdekatnya. Kemudian masa ia pindah dari Hailslam ke asrama lain di Cottage lalu menjalani pelatihan sebagai perawat. Terakhir adalah masa Kathy sebagai perawat para donor selama bertahun-tahun, mengapa ia memilih merawat para donor dari tempat yang sama dengannya,.termasuk Ruth dan Tommy setelah mereka menjadi donor, serta mencoba menerima hidupnya sebagaimana adanya.

Hampir setengah bagian novel merupakan uraian masa kanak-kanak Kathy di Hailslam, yang ditulis dengan rinci dari sudut pandang anak-anak dan memerlukan kesabaran pembaca – yang menurut saya dapat diperpendek. Namun bagian ini mempersiapkan pembaca pada bagian-bagian berikutnya yang menggambarkan perasaan dan akhir hidup mereka yang menyedihkan. Pada bagian ini penulis berhasil menggambarkannya dengan sangat baik sehingga menimbulkan kesedihan yang sangat bagi pembaca: perasaan kesepian, kehidupan yang keras dan melelahkan, tiadanya keinginan, cita-cita pribadi, maupun rasa marah sebagai klon yang diciptakan untuk kepentingan orang lain.

Memang agak mengherankan juga, mengapa mereka, khususnya Kathy yang tegar, tidak marah menjadi klon yang diciptakan hanya untuk mendonorkan organnya berkali-kali sampai mati, dan tidak ingin mempertahankan hidupnya seperti manusia normal, dengan melarikan diri sebelum menjadi donor, misalnya. Apa yang menyebabkan mereka demikian pasrah? Hal ini tidak diungkapkan secara eksplisit oleh pengarang. Mungkinkah pelajaran atau brainwashing selama di asrama, ketidaktahuan akan kehidupan di dunia luar, dan pandangan rendah terhadap mereka oleh orang-orang normal, sudah cukup untuk membuat mereka patuh sehingga tidak menginginkan apapun untuk diri sendiri?

Ketika Kathy bertanya, mengapa Miss Lucy keluar dari Hailslam, Miss Emily menjawab, bahwa Miss Lucy berpendapat anak-anak harus diberitahu hal sebenarnya yang akan mereka hadapi, namun ia tidak setuju, karena ia ingin melindungi anak-anak, jika perlu dengan berbohong untuk menyembunyikan beberapa hal, sehingga mereka dapat menikmati seni dan pelajaran mereka. “Untuk apa kalian mau melakukannya, seandainya tahu apa yang ada di masa depan kalian? Kalian akan bilang semua tidak ada gunanya, dan bagaimana kami bisa berdebat dengan kalian? Maka dia harus pergi.”

Sebagian besar dari kita juga tidak tahu apa yang ada di masa depan, dan seandainya kita tahu, mungkin juga akan merasakan kesia-siaan itu. Karena kita tidak tahu, maka setiap orang menikmati hidupnya dan berusaha melampaui mortalitas dengan meninggalkan sesuatu: karya seni, tulisan, anak, kekayaan, pelajaran, atau apapun, untuk mengurangi rasa sia-sia. Dan sebagian besar merasa hidupnya memiliki tujuan yang berarti, meskipun hanya menjadi orang-orang biasa yang tidak meninggalkan sesuatu yang besar…apakah hal tersebut juga karena brainwashing sejak kecil dalam masyarakat yang juga tidak mempertanyakan sesuatu pun lagi? Bukankah dalam masyarakat juga tidak ada tempat untuk mereka yang terlalu jujur mengemukakan kesia-siaan hidup manusia?
Banyak pengarang mengungkapkan kesepian dan kesia-siaan hidup manusia dengan caranya masing-masing. Yang jelas, novel ini tidak menceritakan tentang proses penciptaan manusia klon, dasar sainsnya, proses penggunaannya, siapa penggunanya, dan hal-hal teknis sejenis sebagaimana seharusnya dalam kisah fiksi ilmiah.
 
dari http://ravibooks.blogspot.com


0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog