Sabtu, 17 Maret 2012

Puisi Kenangan


SALAM TERAKHIR

Kalau aku datang lagi padamu
Kota yang melambai dalam rinduku
Ialah karena bertahun yang lalu
Aku lahir, bermain dan bercinta di bawang langitmu

Wangi nafas bumi dan udara rawan musim hujan
Dan matahari yang kini bersinar, pucat dan gemetar
Menyambut padaku dengan haru kenangan
Hari-hariku di masa kanak yang sayup samar

Kau bagiku, kota yang melambai dalam rinduku
Lebih dari seorang kekasih, seorang ibu
Rinduku kepadamu
Ialah rindu yang dihidupkan kenangan masa kanakku

Kukenali kembali kini jemaring jalanmu
Di sini dulu baris demi baris sajakku
Melambaikan tangannya, di antara hingar dan deru
kehidupan yang lewat lalu

Kalau aku tak ada lagi nanti
Di belakangku akan tinggal kau, tegak berdiri
Bersama sajak demi sajakku yang menyimpan namamu
Dan salam hatiku yang menjabat hatimu

Ialah salam terakhir seorang penyair
Di sini pernah aku lahir
Di sini pernah kuisi satu takdir

Dan sesudahku kehidupanpun terus mengalir
Dan sesudahku angkatan demi angkatan pada mengambang lahir
Dan zaman demi zaman bergantian membuka takbir
Makin indah dan indah, seperti pernah kumimpikan di baris syair

Di atas adalah puisi Hartojo Andangdjaja untuk kota kelahirannya Solo.

            Puisi itu dari ‘Buku Puisi’ sekitar tahun 1979, mungkin dipinjam oleh Om Saya ketika masih kuliah dulu. Bukunya sudah kusam dan sedikit dimakan rayap tetapi tidak membuat setiap puisinya sulit dibaca. Buku itu Saya temukan ketika Saya duduk dibangku kelas 4 SD, pertama kali membacanya beberapa puisi langsung membuat Saya terharu dan sebagian lagi tidak karena kalimat dan kata-katanya tidak Saya mengerti.
           
            Dan kali ini puisi itu mengingatkan Kota kelahiran Saya, meninggalkan Kota tercinta, orang-orang tercinta dan sahabat-sahabat tercinta demi sebuah cita-cita. Saya bersekolah di salah satu SMK Negeri di Bandung, jarak antara Kota kelahiran tercinta dengan Bandung sekotar 95 KM dan kadang Sayang sering mengeluh jika mengingat jarak jauh itu. Dulu selalu bermimpi bahwa sekolah jauh dan tinggal tanpa orang tua itu menyenangkan tapi ternyata tidak seindah yang dibayangkan, ah rasanya ingin kembali lagi ke jaman dimana Saya masih kecil, tidak perlu memikirkan hal-hal yang dianggap dewasa dan tidak perlu merasa sakit hati atau menangis, sekarang nasi sudah jadi bubur.

            Pasti akan indah pada waktunya J

0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog