SALAM TERAKHIR
Kalau aku datang lagi padamu
Kota yang melambai dalam rinduku
Ialah karena bertahun yang lalu
Aku lahir, bermain dan bercinta di
bawang langitmu
Wangi nafas bumi dan udara rawan musim
hujan
Dan matahari yang kini bersinar, pucat
dan gemetar
Menyambut padaku dengan haru kenangan
Hari-hariku di masa kanak yang sayup
samar
Kau bagiku, kota yang melambai dalam
rinduku
Lebih dari seorang kekasih, seorang ibu
Rinduku kepadamu
Ialah rindu yang dihidupkan kenangan
masa kanakku
Kukenali kembali kini jemaring jalanmu
Di sini dulu baris demi baris sajakku
Melambaikan tangannya, di antara hingar
dan deru
kehidupan yang lewat lalu
Kalau aku tak ada lagi nanti
Di belakangku akan tinggal kau, tegak
berdiri
Bersama sajak demi sajakku yang menyimpan
namamu
Dan salam hatiku yang menjabat hatimu
Ialah salam terakhir seorang penyair
Di sini pernah aku lahir
Di sini pernah kuisi satu takdir
Dan sesudahku kehidupanpun terus
mengalir
Dan sesudahku angkatan demi angkatan
pada mengambang lahir
Dan zaman demi zaman bergantian membuka
takbir
Makin indah dan indah, seperti pernah
kumimpikan di baris syair
Di atas adalah puisi Hartojo Andangdjaja
untuk kota kelahirannya Solo.
Puisi itu dari ‘Buku Puisi’ sekitar
tahun 1979, mungkin dipinjam oleh Om Saya ketika masih kuliah dulu. Bukunya sudah
kusam dan sedikit dimakan rayap tetapi tidak membuat setiap puisinya sulit
dibaca. Buku itu Saya temukan ketika Saya duduk dibangku kelas 4 SD, pertama
kali membacanya beberapa puisi langsung membuat Saya terharu dan sebagian lagi
tidak karena kalimat dan kata-katanya tidak Saya mengerti.
Dan kali ini puisi itu mengingatkan
Kota kelahiran Saya, meninggalkan Kota tercinta, orang-orang tercinta dan
sahabat-sahabat tercinta demi sebuah cita-cita. Saya bersekolah di salah satu
SMK Negeri di Bandung, jarak antara Kota kelahiran tercinta dengan Bandung
sekotar 95 KM dan kadang Sayang sering mengeluh jika mengingat jarak jauh itu. Dulu
selalu bermimpi bahwa sekolah jauh dan tinggal tanpa orang tua itu menyenangkan
tapi ternyata tidak seindah yang dibayangkan, ah rasanya ingin kembali lagi ke
jaman dimana Saya masih kecil, tidak perlu memikirkan hal-hal yang dianggap
dewasa dan tidak perlu merasa sakit hati atau menangis, sekarang nasi sudah
jadi bubur.
Pasti akan indah pada waktunya J
0 komentar:
Posting Komentar